Oleh : Fiki Gumeleng
Sejak Orde Baru Demokrasi hanya milik para penguasa yang bermain dengan gaya politik yang benar-benar terang-terangan menghambat jalannya roda demokrasi di Indonesia.
Kemudian setelahnya sama saja antara Demokrasi Pancasila yang utopis yang hakikatnya adalah otoritarian dan Reformasi sebagai angin segar bagi demokrasi baru di Tanah Air hanya sebatas membuka kebebasan baru berserikat dan mengemukakan pendapat di muka umum.
Dan semuanya diatur sesuai kebijakan politik saat ini, kelebihan Reformasi hingga sekarang. Negara dengan kebijakan politik memberikan ruang bagi warga negara untuk mengemukakan pendapat dan berserikat.
Kekurangannya KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) marak merajalela di Negeri ini. Entah disebabkan oleh persaingan mencari lapangan kerja yang sulit, Atau telah menjadi kebiasaan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang itu bergerak secara terselubung dan di ketahui secara terang terangan.
Sebab; politik uang dan lain-lain yang setara dengan itu bukan lagi menjadi rahasia dari dua mata dan dua telinga. Itu semua menjadi RAHASI UMUM, yang telah kronis di masyarakat. Akan tetapi inilah dinamika dalam bernegara selalu ada kelebihan dan kekurangan.
Ironisnya lagi ketika menjelang tahun-tahun politik selalu ada wacana lama dengan gaya dan bahasa yang baru. Dalam masyarakat Islam. Inilah yang dimaksud dengan Islam Politik.
Gerakan Politik atas nama identitas ini dalam Islam sudah ada sejak masa para Sahabat (Khulafaur Rasyidin) kita mungkin masih ingat terjadinya (perang siffin) salah satu perang saudara dalam Islam itu dimulai dari pertarungan politis.
Ketika ditarik di era sekarang yang sangat multi-kompleks, gerakan Islam politik sangat beragam. Akan tetapi beberapa hal ini mungkin menjadi penyebab maraknya gerakan politik atas nama identitas agama yang nampak di permukaan panggung Demokrasi Indonesia era baru saat ini.
Pertama : Konsep Hakimiyatullah (Hukum Allah) ini menjadi ideologi Islamis yang dipelopori oleh kelompok2 (Takfiri) yang gerakannya sangat ekstrim hingga saat ini. Mereka bisa saja membunuh dan mengubah ideologi dan sistem suatu negara. Sebab; mereka memahami tidak akan ada keadilan, dan kejayaan di dunia Islam selain semua tatanan hidup di dunia ini semestinya dikembalikan pada aturan dan hukum Allah dan menolak semua hukum di luar hukum Allah yang sifatnya Thogut (hasil rekayasa pikiran manusia).
Ke dua : (Atas Nama Mayoritas) Istilah inilah yang hari ini terkadang merenggut kemanusiaan kita, ketika pemahaman ini telah mendarah daging. Tidak segan-segan mengusir kelompok yang berbeda terutama yang dianggap sesat, kafir dst. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus pengusiran kelompok2 agama dan aliran tertentu. Hal ini tidak semata-mata ditujukan pada kelompok Islam akan tetapi disemua penganut agama-agama, dan golongan tertentu ada-ada saja, hal semacam ini.
Ke tiga : Revivalisme Islam, konsep ini telah menjadi gerakan politik Islam tingkat dunia. Mereka bergerak dalam jejaring politik bahkan di Indonesia khususnya. Paham Inilah yang menghendaki terciptanya kembali kejayaan Islam di Masa Lalu dengan mengembalikan tatanan hidup Islam seperti khilafah Islamiyyah dengan bermacam-macam versinya. Konsep Revivalisme Islam era saat ini lebih menekankan titik sentral kehidupan politik di dunia semestinya berada dalam kekuasaan Islam.
Ke empat : Konservatisme Islam, pemahaman ini identik dengan status quo artinya selalu berada di setiap zaman akan tetapi memakai gaya hidup Islam di masa lalu, terkadang kelompok dengan pemahaman ini cenderung memahami teks kitab suci berdasarkan makna harfiyahnya. Tanpa menyeimbangkan kontekstualisasi era saat ini.
Ke lima : Anti Barat dan Sekulerisme. Terkadang hal demikian juga menyulut banyak konflik ideologi yang mendorong kelompok2 Islamis harus sesegera mungkin memetakan posisi perlawanan. Sehingga mau tidak mau harus masuk ke dalam berbagai lini untuk melakukan kontra sekulerisme yang mereka pahami secara general. Ketika ada aktivis dan negarawan Muslim, yang berusaha memperjuangkan pluralisme dan multikulturalisme yang basis fundamentalnya diambil dari ajaran agama.
Malah menjadi incaran kelompok-kelompok yang konservatif seperti pada point’ ke empat di atas, untuk diluruskan dan dibenahi akidahnya sebab menurut mereka para aktor2 yang memperjuangkan kemanusiaan di dalam Islam telah keluar dari Koridor syari’at.
Sehingga di masa-massa awal reformasi kita bisa melihat beberapa daerah yang telah memberlakukan Perda-perda Syari’ah. Di era saat ini apabila ada kritikan terhadap kelompok-kelompok yang memaknai agama secara literal, dan cenderung konservatif akan menerima labelan Sekuler bahkan Liberal. Mereka tidak bisa membedakan sekulerisme dan Liberalisme dalam konsep Barat dan Humanisme Islam/ Universalimse Islam (Rahmatan Lil Al-Amin).***