INFO62.NEWS – Proses pencarian keadilan bagi almarhumah Nazwa Gomba, korban dugaan malpraktik di RSIA Kasih Fatimah, kembali berlanjut.
Dokter Sitti Korompot, yang disebut sebagai penanggung jawab medis saat kejadian, akhirnya duduk di hadapan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Jakarta dalam sidang tertutup yang digelar Jumat, 29 Agustus 2025.
Sidang berlangsung di Gedung A, Ruang Pertemuan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dengan agenda utama pemeriksaan saksi dari pihak penggugat dan tergugat.
Namun, jalannya sidang yang dimulai pukul 09.10 WITA itu justru memunculkan pertanyaan serius soal integritas dan kebenaran kesaksian yang disampaikan oleh pihak tergugat.
Ibu korban, Risnawati Lapaike, keluar dari ruang sidang dengan tangisan yang pecah, tak sanggup menahan amarah dan kekecewaannya. Ia secara terang-terangan menyebut bahwa sidang hari ini dipenuhi kebohongan.
“Semua yang mereka sampaikan di dalam adalah dusta. Mereka disumpah sebelum bersaksi, tapi tetap berani berbohong. Bahkan ada saksi yang mengaku bertemu kami saat kejadian, padahal saya yakin itu bukan orangnya! Saya masih ingat jelas siapa yang ada saat itu,” ujar Risnawati dengan mata sembab dan suara gemetar.
Pernyataan tersebut menyiratkan dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk menutup-nutupi fakta sebenarnya. Bahkan, disebutkan bahwa salah satu saksi tergugat diduga palsu — mengaku berada di tempat kejadian namun tidak dikenali oleh keluarga korban.
Hal ini menambah daftar panjang kejanggalan yang selama ini dirasakan keluarga. Bukan hanya soal prosedur medis yang dipertanyakan, tetapi juga dugaan adanya rekayasa dalam proses pembelaan pihak tergugat.
“Kami datang membawa kebenaran. Tapi yang kami hadapi justru tembok kebohongan. Saya tidak akan diam. Tuhan tahu siapa yang benar dan siapa yang sedang bersembunyi di balik jas putihnya,” tegas Risnawati, yang berjanji akan terus memperjuangkan keadilan untuk anaknya.
Briptu Muhamad Arifin, suami korban, juga hadir dalam sidang sebagai penggugat. Ia belum memberikan keterangan kepada media, namun didampingi langsung oleh AIPDA Moningka Yani, S.H., pendamping hukum yang ditunjuk Polres Kotamobagu.
“Agenda hari ini adalah pemeriksaan saksi dari kedua belah pihak. Sidang selanjutnya adalah pemeriksaan ahli yang akan segera dijadwalkan oleh MKDKI,” ujar AIPDA Moningka.
Meski sidang berlangsung tertutup, suara tangis dan kemarahan keluarga korban menjadi gambaran jelas bahwa kasus ini bukan hanya soal prosedur medis, tetapi soal nurani dan tanggung jawab kemanusiaan.
Publik kini menanti, apakah MKDKI akan benar-benar berdiri di atas kebenaran, atau justru tunduk pada tekanan institusional yang kerap membuat kasus-kasus seperti ini menguap begitu saja.
